Terduga Jaringan teroris Farhan merencanakan wilayah Solo sebagai medan perang melawan kelompok-kelompok yang berseberangan. Jaringan kecil tersebut telah melakukan pelatihan bersenjata api yang disuplai dari Filipina. Dalam testimoni terduga teroris, Bayu Setiawan terungkap jaringan tersebut sudah terorganisir rapi. Kendati jaringan tersebut masih cukup sedikit.
Bayu dalam rekaman video yang diekspose oleh Divisi Humas Polri kepada wartawan menyatakan, kelompoknya sudah memilih wilayah Solo menjadi medan perang melawan kelompok-kelompok yang berseberangan. "Kami membuat pecah Solo seperti Ambon atau Poso. Di situ pula bisa tegaknya syariat Islam, khalifah, khilafah islamiah Indonesia," ujar Bayu yang tampak menggunakan kaos warna hitam.
Dikatakan, kelompoknya telah menyusun strategi sejak tahun 2007. Saat itu kelompoknya terdiri dari enam orang dan semuanya alumni Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, kecuali dirinya. Bayu mengungkapkan, pihaknya telah merencanakan menggali dana untuk biaya operasional dengan cara merampok. "Kami membicarakan fa'i," ujar Bayu.
Bayu mengaku kelompoknya sudah melakukan survei untuk merampok Toko Emas Mahkota di Pasar Kelewer. Survei itu dilakukan oleh Mukhsin Tsani dan Frahan. Namun, perampokan gagal karena pada saat aksi akan dilakukan ada polisi yang menjaga toko emas tersebut. "Farhan marah-marah perampokan tidak jadi karena ada polisi. Farhan menyuruh bunuh aja polisi."
Setelah gagal merapok, lanjut Bayu, pihaknya sepakat biaya operasional ditangggung bersama-sama dan sebagian dibantu oleh seorang donatur. Kendati demikian, Bayu mengaku lupa nama donatur kelompok tersebut. "Dia salah satu pendukung, donatur. Salah satu mahasiswa tempat menumpang Farhan dan Mukhsin tidur."
Bayu mengatakan, polisi menjadi sasaran kelompoknya setelah gagal merampok toko emas tersebut. Dikatakan, polisi menjadi target karena polisi dinilai musuh Islam yang telah menangkap orang-orang Islam, di antaranya menangkap orang-orang Islam yang tengah latihan fisik menggunakan senjata api di hutan-hutan atau pegunungan.
"Kenapa sasaran kami polisi, karena salah satu pimpinan kami ikhwan itu mengupas dari buku karangan Ustadz Abdurohman, disitu dia bilang bunuhlah aparat polisi. Karena aparat polisi sering mendzolimi ikhwan-ikhwan, sering menangkap ikhwan-ikhwan."
Bayu mengaku, pada 16 Agustus 2012 menerima rencana penembakan terhadap polisi dari pesan pendek Farhan. Sasaran aksi tersebut sudah ditentukan oleh Farhan dan Bayu diperintahkan untuk melakukan survei dan melakukan pengawasan. "Setelah itu jam 1.30 dini hari, dia (Farhan) melakukan penembakan."
Menurutnya, Farhan adalah eksekutor dalam penembakan tersebut karena dia yang memiliki senjata api. Bayu mengatakan, setelah aksi tersebut Farhan menghubunginya lagi pada 18 Agustus 2012 untuk melakukan survei ke pos polisi Galadak. "Karena di situ pimpinan kami bilang, mendekati lebaran banyak polisi di pos-pos. Ternyata benar, di pos Geledak lumayan banyak polisi."
Setelah survei, Bayu melaporkan hasil surveinya ke Farhan. Bayu mengaku mendapat tugas untuk mengawasi Farhan dan Muksin dalam aksi melempar granat di pos polisi tersebut. Kendati demikian, Bayu mengaku tidak tahu aksi penembakan polisi di pos polisi Matahari Singosaren. Kendati demikian, Bayu mengenali postur tubuh yang melancarkan aksi tersebut.
"Setahu saya dari penembakan yang di Singosaren si Farhan dan Firman. Dari ciri-ciri postur tubuh orangnya dan motornya, Farhan dan Firman." pungkasnya.
0 komentar:
Post a Comment