Mengapa Menolak Syiah

Akhir-akhir ini Syiah kembali mendapat sorotan, terlebih setelah muncul kasus di Sampang Madura dan yang terakhir di Suriah dan lain sebagainya. Bahkan di forum-forum pengajian pun persoalan Syiah ini selalau diangkat menjadi tema pengajian.

Hal tersebut juga mendapat perhatian dari pimpinan pusat Muhammadiyah, sehingga dalam sidang plenonya telah mengeluarkan sikap yang berhubungan dengan kelompok syiah tersebut. Di antaranya adalah sebagaimana disampaikan oleh ketua PP Muhammadiyah yang membidangi tarjih dan tajdid, Prof. Dr. H yunahar Ilyas bahwa;
Pertama: Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad saw yang ma’shum. Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep kesucian Imam-imam (Ishmatul Aimmah) dalam ajaran Syiah.

Kedua: Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad saw tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai Khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, jadi kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum adalah sah. Oleh sebab itu, Muhammadiyah menolak konsep Rafidhahnya Syiah.

Ketiga: Muhammadiyah menghormati Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, tetapi Muhammadiyah menolak kultus individu terhadap Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.

Keempat: Syiah hanya menerima hadis dari jalur Ahlul Bait, ini berakibat ribuan hadis shahih –walaupun diriwayatkan Bukhari Muslim- ditolak oleh Syiah. Dengan demikian, banyak sekali perbedaan antara Syiah dan Ahlussunnah baik masalah Aqidah, Ibadah, Munakahat, dan lain-lainnya.

Sikap tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi warga Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya, sehingga dengan demikian kita bersikap waspada terhadap ajaran dan doktrin Syiah yang memang sangat berbeda dengan faham Ahlussunnah yang banyak dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.

Di samping itu, realitas, fakta dan kenyataan menunjukkan pada kita bahwa di mana suatu negara ada Syi’ah hampir dapat dipastikan terjadi konflik horizontal. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian kita semua jika ingin negara kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga.

Oleh: Agus Tri Sundani, Majalah Tabligh No. 7/IX/ Jumadal Awal-Jumadil Akhir 1433 H, hal 5

0 komentar:

Post a Comment